Pada Modul 3.1 ini membahas tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Ssebagai Pemimpin. Pada tahapan alur MERDEKA saya me-Mulai dari diri, belajar mandiri dengan meng-Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi bersama rekan CGP, melakukan Demonstrasi Kontekstual, berdiskusi bersama Instruktur dalam Elaborasi Pemahaman, menghubungkan materi dengan Koneksi Antar Materi, dan melakukan Aksi Nyata.
Pada jurnal ini saya melakukan refleksi menggunakan model 4F : Fakta, Perasaan, Temuan, dan Masa Depan dalam Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan
Fact
Dalam modul 3.1 tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin, saya telah melakukan berbagai aktivitas pembelajaran yang membantu memperkaya pemahaman saya dalam membuat keputusan. Berikut adalah rangkaian kegiatan yang telah saya lakukan:
- Mulai dari Diri: Tahap pertama ini menekankan pentingnya pemahaman diri sebelum mengambil keputusan. Saya diajak untuk mengevaluasi nilai-nilai kebajikan yang saya pegang sebagai seorang guru dan bagaimana nilai-nilai ini memengaruhi cara saya memimpin. Sebagai contoh, ketika saya bekerja sama dengan kepala sekolah dalam menghadapi siswa yang terlibat dalam konflik, kami memulai dengan menilai sikap pribadi kami terhadap situasi tersebut. Apakah kami memprioritaskan kedisiplinan ataukah ingin memahami alasan di balik perilaku siswa? Pemahaman ini membantu kami untuk mengambil keputusan yang lebih bijaksana dan adil.
- Eksplorasi Konsep: Dalam sesi ini, saya mempelajari teori pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan. Saya belajar bahwa keputusan yang baik tidak hanya didasarkan pada aturan, tetapi juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap semua pihak. Misalnya, saat saya dan kepala sekolah harus memutuskan apakah akan memberlakukan hukuman untuk siswa yang melanggar aturan, kami tidak hanya mempertimbangkan aturan sekolah, tetapi juga nilai kebajikan seperti rasa empati dan keadilan bagi siswa tersebut.
- Ruang Kolaborasi: Kegiatan ini mendorong saya untuk berdiskusi dengan rekan-rekan guru lainnya, termasuk kepala sekolah, mengenai pengambilan keputusan di sekolah. Salah satu kasus nyata yang kami bahas adalah ketika ada guru yang mengalami kesulitan dalam mengelola kelasnya. Bersama dengan kepala sekolah, kami mencoba untuk mencari solusi dengan mendiskusikan strategi-strategi yang sudah ada, sambil tetap mempertimbangkan kepentingan murid. Kolaborasi ini membantu kami melihat masalah dari berbagai perspektif dan membuat keputusan yang lebih menyeluruh.
- Demonstrasi Kontekstual: Pada tahap ini, saya menggunakan contoh nyata dalam pengambilan keputusan. Saya pernah dihadapkan pada situasi di mana seorang siswa berprestasi mengalami tekanan emosional akibat masalah keluarga. Sebagai guru, saya harus memutuskan apakah akan melibatkan konselor atau mencoba menangani masalah ini sendiri. Dengan melibatkan kepala sekolah, kami memutuskan untuk melibatkan konselor sekolah, karena kami menyadari bahwa ini bukan hanya masalah akademik, tetapi juga kesejahteraan emosional siswa.
- Elaborasi Pemahaman: Sesi ini lebih dalam mengajak saya untuk merenungkan keputusan-keputusan yang pernah saya buat dan bagaimana keputusan tersebut berdampak pada orang lain. Salah satu refleksi saya adalah ketika saya harus memilih antara memberikan teguran atau memberikan kesempatan kedua kepada seorang siswa yang terlambat secara terus-menerus. Setelah berdiskusi dengan kepala sekolah, kami memutuskan untuk memberikan kesempatan kedua dengan pertimbangan bahwa siswa tersebut sedang menghadapi situasi keluarga yang sulit. Ini mengajarkan saya pentingnya melihat keseluruhan situasi sebelum mengambil tindakan.
- Koneksi Antar Materi dan Aksi Nyata: Pada tahap terakhir ini, saya menghubungkan teori yang dipelajari dengan praktik sehari-hari di sekolah. Dalam bekerja sama dengan kepala sekolah, kami sering dihadapkan pada kasus-kasus yang memerlukan keputusan cepat, misalnya saat menangani siswa yang terlibat dalam konflik antar teman. Menggunakan prinsip-prinsip yang saya pelajari, kami tidak hanya fokus pada penyelesaian konflik itu sendiri, tetapi juga bagaimana membangun kembali hubungan antara siswa dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi mereka.
Selain itu, saya juga mempelajari perbedaan antara dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika terjadi ketika dua nilai kebajikan saling bertentangan, sedangkan bujukan moral lebih terkait dengan pengaruh pihak luar yang mungkin memengaruhi keputusan seseorang. Misalnya, ketika harus memilih antara menegur siswa di depan teman-temannya (demi menegakkan disiplin) atau berbicara secara pribadi (demi menjaga harga diri siswa), saya belajar bahwa ini adalah dilema etika. Dalam hal ini, saya lebih memilih berbicara secara pribadi untuk menjaga martabat siswa, sementara tetap menegakkan aturan kedisiplinan.
Feelings
Saat memulai modul ini, saya sering merasa bingung dan kesulitan dalam mengambil keputusan, terutama dalam situasi yang rumit. Sebagai contoh, ada saat ketika saya merasa khawatir apakah keputusan yang saya buat, misalnya mengenai tindakan disipliner, sudah tepat atau malah memperburuk situasi. Namun, mengikuti pembelajaran ini telah memberikan rasa lega dan kebahagiaan yang luar biasa. Saya merasa lebih percaya diri karena pengetahuan yang saya peroleh tentang pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan.
Saya merasa bersyukur bisa mendapatkan kesempatan ini, karena sebagai guru, keputusan saya sering kali tidak hanya memengaruhi siswa secara langsung, tetapi juga berpengaruh pada lingkungan sekolah secara keseluruhan. Setelah mempelajari modul ini, saya merasa lebih siap dalam menghadapi situasi-situasi sulit bersama kepala sekolah dan rekan guru lainnya. Saya kini memiliki landasan kuat untuk mendiskusikan dan memutuskan tindakan terbaik dengan mempertimbangkan semua aspek.
Finding
Banyak sekali pembelajaran berharga yang saya dapatkan dari modul ini. Salah satunya adalah 9 langkah dalam pengambilan dan pengujian keputusan, yang memberikan panduan konkret dalam menghadapi dilema etika. Sebelumnya, saya sering ragu saat harus membuat keputusan, terutama ketika keputusan tersebut menyangkut siswa atau rekan kerja. Namun, kini saya merasa lebih percaya diri karena memiliki pedoman yang jelas.
Misalnya, ketika kepala sekolah dan saya harus memutuskan tentang alokasi anggaran untuk kegiatan ekstrakurikuler. Ada dua pilihan: mendanai klub sains yang sudah berkembang dengan baik atau memberikan dukungan lebih kepada klub seni yang sedang merintis. Dalam kasus ini, kami menerapkan 9 langkah tersebut, dengan mempertimbangkan nilai kebajikan seperti keadilan dan kepentingan siswa. Kami akhirnya memutuskan untuk memberikan anggaran lebih bagi klub seni dengan harapan bisa memberikan kesempatan yang setara bagi semua siswa.
Future
Ke depannya, saya berkomitmen untuk terus menggunakan pengetahuan yang telah saya pelajari ini, baik dalam menghadapi dilema etika sebagai seorang guru maupun saat bekerja sama dengan kepala sekolah dalam pengambilan keputusan. Saya akan memastikan bahwa setiap keputusan yang saya buat selalu berpihak pada kepentingan murid dan mengandung nilai-nilai kebajikan universal seperti keadilan, integritas, dan tanggung jawab.
Misalnya, jika di masa depan saya dihadapkan dengan keputusan sulit, seperti menentukan sanksi bagi siswa yang melakukan pelanggaran serius, saya akan selalu merujuk pada 9 langkah pengambilan keputusan yang sudah saya pelajari. Hal ini akan membantu saya untuk memastikan bahwa keputusan tersebut adil, tepat sasaran, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
Sebagai calon guru penggerak, saya percaya bahwa pengetahuan ini akan terus memberikan dampak positif, tidak hanya dalam peran saya sebagai guru, tetapi juga dalam memimpin di sekolah bersama dengan kepala sekolah dan rekan-rekan saya.
Salam Calon Guru Penggerak:
Tergerak, Bergerak, Berdampak.
Terima kasih.